Selamat Datang di Blog saya! Tuhan Memberkati...

SALAM DAMAI DALAM KASIH TUHAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT GBU

Kamis, 10 November 2011

lihat dirimu! Janganlah Menghakimi


Bahan Khotbah di GKPS Yogyakarta, 1 Agustus 2010
Minggu                : 9 set. Trinitatis
Ambilan               : Matius 7:1-5
Sibasaon            : 2 Musa 23:6-9
Topik mingguan : Keadilan Sosial
Bahan sermon tgl 30 juli 2010
Lihatlah dirimu! Janganlah menghakimi!
Pembukaan.
Horas ma banta ganupan!
Adong dua ilustrasi na sihol sobutan nami na laho mamboan hita bani Ambilan on. Na parlobei pasal Manguhumi, na paduahon pasal pesfektif/pangidah (selumbar).
I.             Kisah ini tentang seorang kritikus seni yang sudah lanjut usia. Dia cukup ahli di dalam menilai dan mengkritik lukisan. Sudah banyak waktu yang dihabiskannya untuk mempelajari kritik seni dan sangat banyak buku tentang kritik seni yang sudah dibacanya, sampai-sampai kesehatan matanya terganggu.
Pada suatu hari ia mengunjungi sebuah pameran lukisan yang besar, dan sesampainya di tempat pameran ia baru menyadari bahwa kacamatanya tertinggal. Jadi ia harus memelototi lukisan di sana dari jarak yang sangat dekat.
Lalu ia mulai menilai lukisan-lukisan yang dipamerkan. Tanpa henti ia mencela setiap lukisan yang diamatinya, yang ini salah, yang itu tidak sesuai proporsinya dan yang lain lagi tidak jelas gayanya. Setiap lukisan mendapat giliran untuk dicela.
Satu hal yang lucu dari para kritikus seni adalah seringkali mereka sendiri tidak pernah berkarya tetapi mereka fasih dalam mengkritik karya orang lain.
Akhirnya kritikus tua ini sampai pada sebuah pigura besar berwarna keemasan dan ia mendekatkan wajahnya sedemikian rupa untuk mulai mengamati gambar yang ada di dalam pigura itu.
Sesudah cukup lama memandang, ia lalu mulai menyatakan pendapatnya, "Potret ini buruk sekali! Bagaimana mungkin sebuah lukisan yang sangat buruk dapat dipamerkan di galeri yang berkelas? Potret ini benar-benar tidak memiliki proporsi dan wajah yang ditampilkan pun sangat buruk".
Dan ia menjadi sangat geram lalu mulai mencela pihak galeri yang sudah memamerkan lukisan potret yang luar biasa buruknya. Pada titik ini, saya rasa, beberapa dari Anda mungkin sudah dapat menebak apa yang sedang ia amati di dalam pigura itu. Yang dia amati adalah sebuah cermin, dan potret yang ia cela di dalam cermin itu adalah wajahnya sendiri. Ketika ia sedang memarahi pihak galeri, istrinya berkata, "Sayang, sabar dulu. Apa yang sedang kamu lihat itu sebuah cermin." Demikianlah, pada saat ia sedang mengkritik, pada saat ia mengira sedang mengkritik lukisan karya orang lain, ia mengakhirinya dengan mengkritik diri sendiri dan memamerkan kebodohannya.
Apa hikmah dari ilustrasi itu yang bisa kita petik?

1.   Hal Menghakimi (7: 1-5). Ini adalah salah satu dari khotbah di bukit  yang diajarkan kepada para murid dan orang banyak. Yesus berkata: janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak di hakimi! Ayat ini tidak melarang kita mempunyai pendapat tertentu terhadap seseorang. Yang dilarang adalah, jika kita terlalu cepat mempersalahkan dan menghukum orang lain, seolah-olah kita sudah mengetahui segala sesuatu, sehingga dengan cepat mengambil keputusan untuk menyalahkan: menghakimi (bndk 1 Kor.13:4, Yak.4:11-12). Dalam konsep pemilihan Tuhan Allah terhadap siapa yang benar-salah, surga-neraka, jelas adalah otoritas Tuhan Allah, untuk itulah dalam Perjanjian Lama Tuhan mengangkat para Hakim (lih. Kitab Hakim-Hakim) untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai denga aturan Tuhan. Tuhan semesta alam, yang bisa menghakimi dengan adil (Yer.11:20), Yl 3:12).
2.   Kalimat perintah dalam ayat.1 ini jelas memerintahkan setiap orang agar tidak melakukan tugas penghakiman, sebab jelas itu adalah hak Tuhan Allah. Dalam Yoh 8:15, Tuhan Yesus berkata:kamu menghakimi menurut ukuran manusia…artinya jelas, manusia tidak akan pernah bisa berdiri menjadi hakim yang benar dan memuaskan semua orang dengan asas keadilan yang seadil-adilnya. Fungsi menghakimi dalam konteks ini mewakili arti yang luas, bukan hanya asas praduga tak bersalah tapi menyangkut aspek keadilan di dalamnya. Dalam Keluaran 23:6-9 (teks sibasaon) disebutkan: janganlah engkau memperkosa hak orang miskin diantaramu dalam perkaranya. Haruslah kau jauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kau bunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah. Suap janganlah kau terima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang.orang benar…! Betapa menjadi sulit dan rumitnya manusia harus menjalankan fungsi pengahakiman dengan kenyataan tersebut, maka makin jelas ucapan Yesus dalam Yoh 8:15, manusia akan menjalankan fungsi itu dengan ukurannya. Lalu, bukankah banyak orang yang tidak terpuaskan? Untuk itulah Tuhan Allah memberikan peringatan-peringtan ini kepada bangsa Israel dan mengangkat bagi mereka Hakim yang berdiri ditengah mereka.
3.   Jadi baik bagi kita untuk tidak mengambil porsi Tuhan Allah dalam mewujudkan KerajaanNya di bumi ini, tentu saja dengan KeadilanNya. Menurut Versi Lukas:6:37, tugas manusia adalah memberikan pengampunan, tugas Allah adalah penghakiman. Artinya, secara Teologis kewajiban manusia sajalah yang harus kita kerjakan, dan biarkan Tuhan yang menyelesaikan dan menyempurnakan.
Tentang kemunafikan/persfektif
1.   Istri saya sudah tuli," keluh seorang suami kepada dokter pribadinya. "Saya harus bicara berkali-kali padanya, barulah ia mengerti." Sang dokter lantas memberi usul: "Bicaralah dengannya dari jarak sepuluh meter. Jika tak ada respons, coba dari jarak lima meter, lalu dari jarak satu meter. Dari situ kita akan tahu tingkat ketuliannya."
Si suami mencobanya. Dari jarak sepuluh meter, ia bertanya pada istrinya, "Kamu masak apa malam ini?" Tak terdengar jawaban. Ia mencoba dari jarak lima meter, bahkan satu meter, tetap saja tak ada respons. Akhirnya ia bicara di dekat telinga istrinya, "Masak apa kamu malam ini?" Si istri menjawab: "Sudah empat kali aku bilang: sayur asam!" Rupanya, sang suamilah yang tuli.
Saat mengkritik orang lain, kita kerap kali tidak sadar bahwa kita pun memiliki kelemahan yang sama, bahkan mungkin lebih parah. Ada kalanya apa yang tidak kita sukai dari orang lain adalah sifat yang tidak kita sukai dari diri sendiri. Kita belum bisa mengatasi satu kebiasaan buruk, kemudian jengkel saat melihat sifat buruk itu muncul dalam diri orang lain, sehingga kita memintanya untuk berubah.
Tuhan Yesus tidak melarang kita menilai orang lain secara kritis. Namun, janganlah membesar-besarkan kesalahan orang lain dengan mengabaikan kesalahan diri sendiri. Jika kita memakai standar atau ukuran tinggi dalam menilai orang lain, pastikan kita sendiri sudah memenuhi standar yang kita buat. Yang terbaik adalah introspeksi diri terlebih dulu sebelum memberi kritik kepada orang lain.
4.   Ayat 3-5. Introsepksi diri dan jangan menjadi munafik.
Ungkapan bahwa tak ada manusia yang tak berdosa! Sering kita ucapkan dan dengar. Dari ungkapan itu, jelas bahwa setiap orang memiliki kekurangannya masing-masing. Dengan kekurangan itu, rasanya tidak etis membicarakan kekurangan orang lain, apalagi menghakiminya. Kita tentu ingat apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus saat membela perempuan yang berzinah dari ancaman hukuman mati (Yoh.8:1-10, terutama ucapan Yesus di ayat 7: barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu! Lalu satu demi satu pergi, sebab semua mengakui dalam hatinya bahwa merekapun adalah orang yang berdosa). Bukankah hal itu juga yang sering terjadi? Bukankah benar ucapan Yesus ini, bahwa selumbar di mata orang lain begitu jelas, sedangkan balok di mata sendiri tidak terlihat? Mencari-cari kesalahan adalah perkara yang mudah, sangat mudah! Sebab semua orang pasti memiliki kesalahan. Inilah ciri-ciri kemunafikan (orang munafik). Dengan mengikuti cirri tersebut, bagaimana keadilan bisa didapatkan? Bagaimana penghakiman bisa dijalankan? [secara legalitas hukum, bisa saja kaidah keadilan diperlihatkan dan dihasilkan, tapi tetap saja tidak akan pernah memenuhi rasa kepuasan yang sesungguhnya].
v Alkitab mengajarkan bahwa kita harus belajar untuk saling merendahkan diri antara satu dengan yang lainnya, tunduk terhadap satu dengan lain, bukannya berlaku seperti orang penting di hadapan yang lainnya. Itu sebabnya di dalam Yohanes 13, Tuhan Yesus membasuh kaki murid-muridNya dan mengatakan bahwa apa yang sudah Ia lakukan atas mereka harus mereka lakukan pula terhadap orang lain. Membasuh kaki orang lain berarti menjadi budak orang itu karena hal itu adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang budak bagi tuannya; membasuh kaki majikannya. Itu sebabnya mengapa di dalam Filipi 2:3 dan Efesus 5:21 sekaligus, Paulus berkata "Rendahkanlah dirimu seorang akan yang lain". Jangan malah berusaha untuk menjadi tuan atas orang lain, jadilah hamba bagi orang lain. Untuk tujuan itulah kita dipanggil olehNya. Saya meminta Anda untuk memikirkan bahwa kalau di dalam gereja kita benar-benar dapat hidup seperti ini, benar-benar merendahkan diri di hadapan orang lain dengan setulus hati, seperti apa jadinya perubahan perilaku jemaat di dalam gereja? Seperti apa jadinya gereja jika kita tidak melirik ke arah orang lain dan menilai bahwa kita tidak lebih buruk dari pada dia? Mengapa kita tidak mengekang hasrat untuk membandingkan diri ini, bukankah hal itu sepenuhnya wewenang Allah? Perilaku yang ingin menang sendiri ditujukan untuk menaikkan harga diri, ego kita, agar kita merasa bahwa diri kita memiliki arti di dunia ini. Namun manusia rohani tidak peduli dengan urusan nilai harga dirinya. Ia hanya memperhatikan apa yang Allah nilai dari dirinya dan hal itu membawa dampak yang kekal.

v Jika kita ingin menjadi yang terbesar, maka kita harus menjadi yang terkecil di antara yang lain," menjadi hamba bagi yang lain. Jika Anda ingin menjadi yang terbesar di mata Allah, maka Anda harus menjadi yang terkecil di antara saudara-saudara seiman.
v Tidak Menghakimi bukan Berarti Membutakan Mata terhadap Dosa
Dan ketika Tuhan Yesus berkata, "Jika orang lain berbuat dosa terhadap kamu", apa yang akan Anda lakukan? Anda akan berkata, "Biarkan saja, saya tidak mau menghakimi dia". Apakah ini sikap yang benar? Apakah tindakan Anda membantu menyelamatkan dia, jika Anda menutup mata terhadap dosa yang sudah terjadi? Tidak sama sekali, di dalam Matius 18:15 dan selanjutnya, Tuhan Yesus berkata, "Jika ada saudaramu yang berbuat dosa terhadap kamu, maka kamu harus mendatangi dan menegurnya, katakanlah 'Saudaraku yang kekasih, engkau sudah berbuat dosa. Apa yang engkau lakukan itu tidak benar'". Jika ia tetap tidak mau mendengar, maka, "bawalah seorang atau dua orang lagi saksi untuk berbicara kepadanya". Dan Jika ia masih tidak mendengar maka perkara ini harus dibawa ke tengah jemaat. Dan jika ia tetap tidak mau mendengar teguran dari jemaat, maka gereja akan mengucilkan dia, dan dia akan dipandang sebagai orang yang tidak percaya.

5.     Melalui perikop ini, kita kembali disadarkan bahwa tugas untuk menghakimi orang lain adalah milik Tuhan Allah. Jadi, bagi para pengabdi hukum di negeri ini, tugas itu jelas adalah milik Tuhan Allah dan oleh karenanya berlakukan juga keadilan yang sebenarnya. Bagi orang Kristen, yang berpangkat, berpendidikan, orang Kaya, pejabat dll, lakukanlah yang baik dan benar di mata Tuhan, mari kita ingat lagu Sekolah Minggu, karna Bapa di surge slalu lihat ke bawah, hati-hati gunakan tanganmu. Amin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tuliskan komentar anda!