MINGGU : 20 Dob Trinitatis
06 |
November 2011
Ambilan : 1 MUSA 8:18-22
Sibasaon : Mika 6:6-8
Warna liturgi : Hijau
Topik Mingguan: Janji Allah untuk Keselamatan Dunia
Minggu/Pesta Bapa GKPS
Jumat, 4 november 2011
Dipulihkan dan Diselamatkan!
1. Pada saat kita membicarakan Nuh, maka secara bersamaan di dalamnya ada cerita tentang: bahtera dan air bah. Sebelum kita masuk ke dalam perikop ini, baik kita perhatikan beberapa catatan tentang Nuh ini sebagai latar belakang teks 1 Musa 8:18-22.
a. Siapa itu Nuh?
Nuh adalah anak Lamekh yang berusia 182 tahun saat Nuh lahir (Kej.5:28-29; Luk.3:36). Nuh berasal dari akar kata Noakh dari akar kata nwkh, dalam Kej 5:29 nama ini dihubungkan [diterjemahkan ‘Penghiburan’]. Nuh seorang yang benar (Kej.6:9), seorang yang tidak bercela diantara orang sejamannya, juga mempunyai persekutuan dengan Allah,”dia hidup bergaul dengan Allah (Kej.6:9). Umurnya 500 tahun seewaktu anaknya yang pertama lahir (Kej.5:32), berumur 600 tahun saat peristiwa air bah (Kej.7:11), dan meninggal pada saat berumur 950 tahun (kej.9:28-29).
b. Bahtera Nuh
Bahtera Nuh dalam bahasa Ibrani disebut téva = peti, dalam PB kibotos = kotak, peti. Bahtera ini merupakan tempat penyimpanan yang terapung, ukurannya 150 x 25 x 15 m (bila ukuran ‘hasta’ ialah 0,5 m); lih. Kej.6:15. Batang tubuhnya terbuat dari kayu gofir, diikat bersama dan didempul dengan bulu-bulu lalu seluruhnya ditutupi aspal. Bahtera ini mempunyai pintu di lambungnya (petakh) dan sebuah tsohar (6:16); kata ini tidak diketahui artinya; TBI menafsirkan sebagai ‘atap’, tapi artinya yang lebih mungkin adalah ‘sebuah lubang untuk cahaya’ yang mengelilingi bahtera itu dibawah atap.
c. Mengapa ada air bah?
Nampaknya ada alasan yang sangat kuat sehingga Tuhan mendatangkan air bah sebagai hukuman bagi manusia. Biasanya disebabkan oleh kasus pelanggaran [dosa] yang sudah diluar batas toleransi Tuhan Allah. Apa saja itu?
Ø Jika kita lihat secara seksama di bab 6:1-4, ada kisah menarik di dalamnya yaitu perkawinan antara yang ilahi dan manusiawi. Yang mau disampaikan disini bukanlah tentang prilaku yang tidak pantas, melainkan perkawianan campur antara anak-anak Allah [menurut mitologi kuno, anak-anak Allah dianggap sebagai anggota dewan surgawi] dengan manusia. Penulis Yahwis menggunakan mite ini untuk melukiskan betapa luas jangkauan dosa sampai-sampai ia melewati batas-batas antara dunia surgawi dan dunia alami. Hukuman atas ini adalah bahwa usia manusia diperpendek (6:3).
Ø Kejahatan manusia besar di bumi, segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata (6:5). Kejahatan ini sampai membuat Tuhan menyesal telah pernah menjadikan manusia (6:6-7). Dan hal inilah yang mengakibatkan terjadinya proses air bah itu.
2. Kisah air bah ini berlangsung lama 371 hari. Pemulihannya mengandaikan adanya penciptaan kembali. ‘angin Allah’, Allah membuat angin menhembus melalui bumi, sehingga air itu turun (8:1), hal ini mengingatkan kita pada angin serupa yang berkarya dalam Kej.1. titik balik dari seluruh peristiwa ini dari kisah air bah ke proses pemulihan adalah: ketika Allah mengingat Nuh. Karena Allah mengingat Nuh, maka penciptaan baru dapat dimulai lagi (8:1). Apa yang diingat Allah tentang Nuh tentu bahwa ia seorang yang benar, yang tidak tercela, memiliki persekutuan dengan Allah (kej.6:9). Nampaknya alasan inilah yang membuat Tuhan Allah melakukan pemulihan dari seluruh kerusakan yang sudah terjadi.
3. Supaya proses pemulihan ini segera bisa dimulai, maka mereka yang hidup di dalam bahtera ini harus segera keluar dari bahtera dan memulai lagi kehidupan yang baru di atas tanah yang kering. Maka keluarlah Nuh bersama – sama dengan anak-anaknya dan istrinya dan istri anak-anaknya (ay.18) lalu berturut-turut segala binatang yang ikut dalam bahtera itu (ay.19).
4. Peristiwa air bah ini tentu menjadi hal yang sangat mengerikan dan tragis. Kisah penyelamatannya pun bisa dilukiskan sebagai sebuah tindakan yang heroik dan fenomenal, artinya bukan peristiwa biasa-biasa saja. Hal inilah yang [nampaknya] mendorong Nuh mengekspresikan kisah itu secara keseluruhan dalam tindakan pertamanya saat ‘menjejakkan’ kakinya di bumi. Ekspresinya adalah mendirikan mezbah bagi Allah. Dalam tradisi Yahudi mendirikan mezbah bagi Allah adalah ungkapan puji syukur, tanda terimakasih atas kemurahan hati Allah bagi yang melakukannya. Nuh dan keluarganya melakukan hal yang sama. Ia mempersembahkan diatas mezbah itu korban bakaran sebagai ucapan syukurnya (ay.20).
5. Persembahan yang harum itu, yang diberikan Nuh dengan hati yang tulus itu, ditanggapi oleh Tuhan Allah sebagai persembahan yang benar. Hal ini nampak dari firmanNya: Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan (ay.21). persembahan Nuh yang harum itu, juga tentunya seluruh kebaikan, iman, dan hidupnya yang saleh – telah mendorong Allah untuk memberikan pengampunan dan mengadakan janji untuk tidak melakukan pemusnahan atas manusia dan segala yang hidup. Kebaikan satu orang ini, yang bernama Nuh telah menyelamatkan sejarah dunia ini.
6. Untuk merealisasikan janji-Nya, Allah tidak hanya berbicara tentang tidak ada ‘air bah’ lagi saja, tapi proses pemulihan alam ini pun harus melalui campur-tangan Tuhan Allah melaui berkat-Nya. Maka Tuhan memberkati alam ini; takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam. Proses kehidupanpun akan berlangsung secara normal ditambah berkat Tuhan atas alam ini, maka menabur dan menuai menjadi tradisi sebagai normalisasi kehidupan ini (ay.22).
7. Dunia dan seisianya mengalami pemulihan oleh Tuhan Allah. Pemulihan ini adalah berkat dari Allah. Tindakan Allah yang menyelamatkan ini tidak serta merta memaklumi/mentoleransi dosa dan kejahatan. Dunia tidak dimusnahkan lagi adalah fakta Alkitab sebagai wujud janji Allah, tapi orang yang berdosa dan yang melakukan kejahatan tetap memiliki perhitungan sendiri bagi Tuhan Allah. Oleh karena itu, Firman Tuhan ini hendak memberikan kesadaran bahwa manusia memiliki hak untuk hidup dalam rahmat Tuhan di bumi ini. Hak ini harusnya diimbangi dengan tanggungjawab untuk merawat tubuh [jasmani dan rohani] dan alam sekitar. Inilah mezbah yang pantas kita berikan untuk kemurahan Tuhan dalam dunia ini. Amin.
Referensi:
1. Alkitab, LAI, Jakarta 2001
2. Dianne Bergant, CSA and Robert J. Karris, OFM (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2002
3. W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, a dictionary of the Bible, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
4. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid I A-L: Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1999
5. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid II M-Z: Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tuliskan komentar anda!