Jogja, 14 oktober 2011
KAYA DIHADAPAN ALLAH!
1. Pada permulaan Injilnya, Lukas menyebut karya-karya pengarang sebelum dia. Ia tidak bermaksud menggantikan Injil Markus yang sudah ada terlebih dahulu. Lukas adalah seorang Kristen yang berbahasa Yunani. Dalam Injil Lukas ini, Gereja tidak lagi terbatas di Palestina, tetapi suatu percampuran dari banyak Jemaat di wilayah kekuasaan Roma. Bahasa Injilnya tidak lagi Aram tapi Yunani. Lukas ingin menunjukkan Gereja Yunani modern sebagai kelanjutan dari Yesus dan jemaat perdana Ibrani.
2. Semua Injil memiliki tema yang sama yaitu: pewartaan mendasar tentang keselamatan dalam Yesus Kristus yang dikembangkan dalam refleksi serta pengalaman pribadi penulis juga tentang kebutuhan pembaca pada periode tertentu [konteks penulisannya].
3. Untuk menjelaskan proses pewartaan ini, masing-masing Injil, termasuk Lukas menggunakan perumpamaan untuk memudahkan pendegar atau pembaca memahami maksud pewartaan itu.
Perumpamaan: pada dasarnya sebuah perumpamaan ialah sebuah cerita pendek dari kehidupan sehari-hari, yang mengandung arti kiasan dan bertujuan untuk menyampaikan ajaran tentang kebenaran.
4. Lukas 12:13-21. Orang Kaya Yang Miskin. Dalam pengajaranNya kepada para Murid, Yesus disela oleh seoarang yang ingin dibantu mendapatkan bagian dari warisan keluarganya. Kecuali kasar, interupsi ini menandakan tidak adanya kepekaan terhadap hal-hal yang baru ssaja dikatakan Tuhan Yesus mengenai hal-hal penting yang hakiki [ Luk.12;1-12. Pada saat interupsi ini, Yesus sedang mengaar orang banyak, 12:1: sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar...antara pengajaran dan interupsi ini menjadi sela yang menjauh dari subsatansi ajaran Yesus, seolah-olah sipenyela tidak peka dan menyimak ajaranNya].
Memang dalam tradisi Yahudi, para Rabbi sering sekali diminta untuk menengahi masalah keluarga. Yesus tentu saja mempunyai wibawa untuk melakukan itu. tapi ia melihat dibalik permintaan itu ada sifat kikir, yang baru saja Ia ingatkan kepada orang Farisi (11:39-42). Lalu, Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk menceritakan suatu perumpamaan mengenai jerat kekayaan.
Orang kaya tentu sering membuat iri banyak orang, sedemikian kayanya sehingga tidak memiliki ruang untuk menyimpan harta bendanya. Tetapai, orang kaya ini lupa karena ditengah kekayaannya ia kehilangan kepekaan mengenai apa yang sebenarnya terpenting dalam hidup ini. Ia mengira dapat mengendalikan hidupnya. Harta miliknya memunculkan semacam ilusi seperti itu. sebenarnya ia sangat miskin dalam kekayaannya itu.
5. Ayat 15. Di ayat ini, Tuhan Yesus menjelaskan kepada mereka [ yang dimaksudkan dengan mereka bukan hanya orang yang menyela itu, tetapi semua orang yang berkumpul pada saat itu] bahwa kekayaan sangat dekat dengan jiwa ketamakan atau loba! Untuk itu, saran Tuhan Yesus adalah kemapuan untuk berjaga-jaga, sebab hidup manusia tidak tergantung dari kekayaanya. Bagi orang yang tamak, filosofi hidup ini tidak dimengerti dengan baik. Ketamakan atau tamak adalah keinginan atau nafsu yang sangat kuat untuk memiliki harta benda secara berlebihan, sehingga orang yang tamak selalu merasa berkekurangan dalam kelimpahannya.
6. Untuk menjelaskan hal ini secara detail, Tuhan Yesus menggunakan sebuah perumpamaan tentang seorang kaya dalam ayat 16-19.
Perumpamaan ini menjelaskan tentang seorang kaya yang memiliki tanah berlimpah-limpah dan setiap hari hartanya bertambah-tambah. Maka, persoalan yang dihadapinya bukan bagaimana membagi/mempergunakan harta bendanya untuk kebaikan, tapi bagaimana mengumpulkan dan menyimpan harta-hartanya. Nampaknya, hidup orang kaya ini dilalui dengan pola seperti ini, mencari, mengumpulkan dan menyimpan yang berulang setiap harinya. Untuk itu, dalam perumpamaan ini, muncul problem untuk menyimpan harta bendanya sebab tidak ada ruang lagi. Lalu, ia merombak gudang-gudangnya.
Dengan cara demikian maka ia memaknai hidupnya ay.19; ...jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Pola hidup yang dibangun demikian, menurutnya adalah sebuah cara yang paling pas untuk memaknai hidupnya. Harta-benda, menjadi tujuan hidup yang paling luhur dan akhir baginya, tidak ada cara lain nampaknya. Baginya, harta benda sekali lagi adalah tujuan hidup. Lalu apa kata Tuhan?
7. Ayat 20-21. Sangat menarik melihat sebuah fakta yang terlupakan oleh orang kaya itu, yakni; kematian! Maka pertanyaan dalam ayat ini, bila dilihat dengan seksama akan menghancurkan dalil hidup atas ketamakan harta-benda. Sebab, jika harta adalah segalanya untuk dinikmati, bagaimana jika maut menjemput? Lalu siapa yang akan menikmatinya?
Di ayat 21, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa demikianlah jadinya bagi orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jika ia tidak kaya di hadapan Tuhan.
8. Perumpamaan ini tidak menyerang orang-orang kaya, atau sinis terhadap harta-benda, tetapi kepada cara orang melihat harta-benda itu. untuk itulah maka di ayat 21 ada penekanan, jika ia tidak kaya di dalam Tuhan! Jadi problemnya bukan di harta-benda itu, tapi bagaimana kita menilai dan melihatnya.
9. Perikop ini nampaknya menyegarkan ingatan/persfektif/pola hidup kita untuk melihat kembali hal-hal yang substansif dalam hidup ini. Di tengah gencarnya serangan globalisasi/kapitalisasi yang mengurung dan menyempitkan ruang gerak manusia, maka bahasa dan gayanya sangat materialistis. Media, pasar modern [mall, plaza, super market] mendorong gaya hidup yang sangat konsumtif. Untuk itu, melalui perikop ini kita diingatkan bahwa hidup ini bukan saja tentang harta-benda, pangkat-jabatan, pamor-popularitas. Hidup harus diperkaya akan kebajikan, keadilan, kepedulian, semangat berbagi dalam kasih dan inilah kekayaan di hadapan Tuhan Allah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tuliskan komentar anda!