Selamat Datang di Blog saya! Tuhan Memberkati...

SALAM DAMAI DALAM KASIH TUHAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT GBU

Senin, 07 November 2011


Minggu                        : 6 Set. Trinitatis
Ambilan                      : Pengkotbah 5: 9-11
Sibasaon                      : Matius 6:19-24
Bahan sermon tgl 17 juli 2009
Mari Memaknai Harta duniawi!
1.      Kitab Pengkotbah adalah salah satu kitab yang paling sulit dipahami dalam Alkitab. Isinya seringkali membingungkan banyak orang terutama pembaca pemula Karena sering dianggap mendorong sikap hidup fatalistik atau menyerah kepada nasib. Pengkotbah mengatakan berulang-ulang misalnya: segala sesuatu adalah kesia-siaan. (Pengkotbah 1:1, 2:21, 3:6-7, 5:15, 6:11, 8:14). Pertanyaan: jika segala sesuatu benar adalah kesia-siaan, untuk apakah kita hidup, dan untuk apakah kita beriman dan berbuat baik?

2.      Membaca Kitab Pengkotbah memang membutuhkan ketenangan, perenungan dan secara menyeluruh. Hanya dengan demikianlah kita menemukan maksud sesungguhnya sang pengkotbah, yaitu bahwa akhirnya manusia harus takut kepada Allah (Pengkotbah 12:14). Dengan kata lain, hanya dengan beriman dan bergantung kepada Allah sajalah segalanya menjadi tidak sia-sia!
3.      Kita tidak tahu banyak mengenai pengarang atau penulis kitab ini. Nama “Pengkhotbah”, dalam bahasa latin “Ecclesiastes”, ada kaitannya dengan Gereja. Ini merupakan terjemahan kasar dari kata Ibrani “Qohelet”. Pengkotbah hidup antara tahun 300 s/d 200 sM. Rupanya ia adalah seoarang guru di Jerusalem. Qohelet kiranya merupakan anggota masyarakat ilmiah pada masa itu. Selain itu, Pengkotbah ini juga adalah orang yang kaya.

4.      Pengkotbah ini berkembang secara iman dan intelektual dengan memperdalam intuisinya dengan mencari hikmat dari Tuhan. Karena itu, kelihatan pemikirannya dalam Kitab ini cenderung dianggap sinis, pesimistis dan duniawi. Sesungguhnya, melalui Kitab ini, pembaca diajak untuk merenung, dan menggugat persepsi, sudut-pandang dan pemahaman akan hidup ini, supaya manusia semakin bijak dan berhikmat.

5.      Melalui perikop ini, Sikap dan persepsi manusia terhadap materi dan dunia ini harus dicermati dan dikritisi. Dengan latarbelakang sebagai orang yang kaya, tentu gugatan terhadap persepsi uang [materialisme] memiliki obyektifitas yang valid. Pengkhotbah bukan dari kalangan anti kemapanan, tapi muncul sebagai sosok yang mengkritisi persepsi orang kebanyakan akan dunia materialis (ay.9). jelas dalam teks ini bahwa uang bukanlah tuhan yang bisa memuaskan dan membahagiakan para penyembahnya. Para pencari duniawi [kaum materialis/borjuis/kapitalis] pada akhirnya hanya akan menjaring angin kesia-siaan saja. Jauh setelah Kitab ini ditulis, apa yang ditakutkan oleh Pengkotbah menjadi kenyataan. Abad pencerahan di Eropa, munculnya Kapitalisme-imperialisme menjadi sebab munculnya kesia-siaan. Perang mewarnai semangat kapitalisme-imperialisme, semuanya hanya untuk harta, kuasa, dan kejayaan.
            Dan hasilnya sia-sia!

6.      Harta kekayaan yang bertumpuk-tumpukpun tidak bisa menghadirkan kebahagian yang hakiki. Dan kalau bicara untung-rugi, ternyata tidak banyak yang diuntungkan dari kepemilikan yang berlimpah itu, selain melihat-lihatnya saja (ay.10).

7.      Orang-orang yang bekerja dan berusahalah yang bisa menikmati hidup ini [apakah banyak atau sedikit produktifitasnya, tidak menjadi soal], orang kaya yang hanya melihat kekayaannya dan tidak perlu bekerja lagi justru menjadi orang paling kehilangan dalam hidupnya (ay.11).
8.      Dalam 1 Tim 6:10: “akar segala kejahatan adalah cinta akan uang”. Demi dan untuk uang, banyak orang mau melakukan apa saja. Lalu kejahatanpun muncul dan subur. Inilah persepsi yang keliru dalam memaknai materi dunia ini. Uang menjadi tuhan dan manusia menjadi budaknya.
9.      Alkitab sesungguhnya tidak melarang orang untuk sukses dan kaya. Paulus mengecam orang yang malas bekerja dan berusaha, yang hidup bagai benalu. Untuk orang dengan tipe seperti ini, ia berkata: jangan makan! (2 Tes 3:10). Manusia harus bekerja keras dalam hidupnya supaya bisa memaknai hidupnya.

10.  Harta benda harusnya bisa memuliakan Tuhan (Ams 3:9) seperti yang diperlihatkan oleh Abraham, Ayub dan tokoh Alkitab lainnya. Kekayaan harus mendekatkan manusia pada penciptanya dalam ungkapan syukur. Artinya sumber dari berkat itu adalah Tuhan, berkat itu bukanlah Tuhan.

11.  Karena itu, Tuhan Yesus sangat serius ketika berfirman supaya manusia saling mengasihi satu dengan yang lain. Dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Luk.12:13-21), Yesus menyimpulkan bahwa yang terutama adalah kaya di hadapan Allah, maka kaya dalam dunia inipun tidak akan menjadi masalah lagi.

12.  Kekayaan sejati menurut pandangan manusia sangatlah berbeda dengan pandangan Tuhan. Dalam Alkitab, Tuhan tidak memandang kekayaan dalam hal harta benda sebagai suatu kekayaan sejati. Ia memperingatkan bahwa harta benda adalah hal yang fana ( Matius 6 : 19-20 ). Tapi meskipun begitu, Ia juga menjanjikan bahwa siapa yang setia kepadaNya juga akan memperoleh kekayaan dalam dunia ini menurut kemuliaanNya ( Filipi 4 : 19 ). Jadi ukuran kekayaan menurut Tuhan bukanlah pada besarnya harta yang dimiliki seseorang, melainkan sejauh mana ia mempergunakan kekayaannya itu untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tuliskan komentar anda!